Sebut saja namanya Mbak Tinik, perempuan dua orang anak ini, sangat supel, periang dan tahan banting. Inilah kesaksian hidupnya yang ingin ia bagikan bagi kita.
Perempuan 40 tahunan ini, memang pada dasarnya periang, meski beban yang ditanggungnya tak terbilang ringan, dia menghadapinya dengan senyuman.
Mbak Tinik, ibu dari Yohanes (baru lulus SMK) dan Yosua (masih kelas 1 SMP), mengaku beberapa tahun terakhir ini bekerja keras untuk membiayai anak-anaknya sekolah. Suaminya baru saja di PHK dan sedikit mengalami depresi, sehingga menyerahkan tanggungjawab pembiayaan sekolah anak-anaknya pada istrinya.
Mbak Tinik bukan seorang perempuan cengeng, yang mudah putus asa dengan apa yang dihadapinya. Berbekal ketrampilannya memasak, dia mencoba melamar pekerjaan. Akhirnya dia diterima menjadi juru masak pada sebuah rumah merangkap toko. Sehari mendapatkan honor Rp 20.000,- tanpa ada tambahan biaya makan ataupun transpor.
Bertekad ingin menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi, Mbak Tinik merelakan dirinya berjalan kaki pulang pergi ke tempat kerjanya, sekadar menghemat ongkos naik angkot.
Dia merasa bersyukur, prestasi anak pertamanaya cukup membanggakan, sehingga sempat mendapatkan beasiswa di sekolahnya. Tambah lagi beberapa waktu lalu anak pertamanya telah lulus dan menyelesaikan SMK nya.
Memang perjuangan MBak Tinik belum berakhir.....masih ada Yosua, anak bungsunya, yang harapannya, bisa sekolah lebih tinggi dari jenjang SMP.
Nampak dalam foto: MBak Tinik bersama salah satu dari keponakannya.
Perempuan 40 tahunan ini, memang pada dasarnya periang, meski beban yang ditanggungnya tak terbilang ringan, dia menghadapinya dengan senyuman.
Mbak Tinik, ibu dari Yohanes (baru lulus SMK) dan Yosua (masih kelas 1 SMP), mengaku beberapa tahun terakhir ini bekerja keras untuk membiayai anak-anaknya sekolah. Suaminya baru saja di PHK dan sedikit mengalami depresi, sehingga menyerahkan tanggungjawab pembiayaan sekolah anak-anaknya pada istrinya.
Mbak Tinik bukan seorang perempuan cengeng, yang mudah putus asa dengan apa yang dihadapinya. Berbekal ketrampilannya memasak, dia mencoba melamar pekerjaan. Akhirnya dia diterima menjadi juru masak pada sebuah rumah merangkap toko. Sehari mendapatkan honor Rp 20.000,- tanpa ada tambahan biaya makan ataupun transpor.
Bertekad ingin menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi, Mbak Tinik merelakan dirinya berjalan kaki pulang pergi ke tempat kerjanya, sekadar menghemat ongkos naik angkot.
Dia merasa bersyukur, prestasi anak pertamanaya cukup membanggakan, sehingga sempat mendapatkan beasiswa di sekolahnya. Tambah lagi beberapa waktu lalu anak pertamanya telah lulus dan menyelesaikan SMK nya.
Memang perjuangan MBak Tinik belum berakhir.....masih ada Yosua, anak bungsunya, yang harapannya, bisa sekolah lebih tinggi dari jenjang SMP.
Nampak dalam foto: MBak Tinik bersama salah satu dari keponakannya.
Komentar
Posting Komentar