Catatanku tentangmu - Maskur, anak yang hilang….
Di tengah rintik hujan, awal Mei 2011, di daerah Comboran, Malang, aku melihatmu kembali. Rasanya sangat lama sekali kita tidak pernah bersua. Dua tahun terakhir, tiba-tiba kamu menghilang. Seperti hembusan angin sepoi-sepoi, yang mendadak sontak keras menerpa wajahku dan kemudian kencang hilang jauh....Masih terbayang jelas, saat awal kita berjumpa. Wajahmu lugu, malu-malu, pipimu tirus tak terawat. Bibir menghitam karena merokok, meski kamu selalu malu-malu menutup-nutupinya dariku. Tapi, saban kali kita ketemu, kamu selalu menghindar merokok di depanku.
Markus namamu. Markus saja, titik. Aku juga tidak tahu pasti siapa dan dimana orang tuamu. tiap kali kutanya kamu menghindari topik itu. Hanya seorang nenek di kampung itu, yang aku kira menjadi nenek anak-anak, nenekmu juga. Lewat dia, aku sedikit tahu tentangmu.
Satu hal yang cukup membuatku bangga padamu, kamu tetap mau sekolah. Kamu mau juga masuk SMP Terbuka, karena kamu tahu gak ada biaya jika masuk sekolah, seperti anak-anak yang lain. Tepi semangatmu itulah, yang mendorongmu tetap meraih impianmu. Hingga akhirnya kamu juga mau jadi bagian anak-anak dampinganku di Mergosono. Juga membantu anak-anak yang lain untuk mau belajar.
Dua tahun lalu, saat kita bertemu, kamu dengan bangga bercerita padaku, “Aku sekarang kerja di Surabaya, Mbak,” ucapmu kala itu. Wajahmu nampak sumringah. Badanmu juga makin berisi, lebih gemuk kukira. Kamu pun menceritakan, bila kamu sedang menikmati pekerjaan itu, meski gaji yang kamu dapatkan tak cukup buatmu.
Tapi dua bulan kemudian, saat kita berjumpa lagi, kamu bercerita bahwa kamu telah berhenti kerja di Surabaya karena tak lagi krasan. Saat itu aku hanya mendengarmu berbicara, mendengarmu bercerita. Itu perjumpaan dua tahun lalu.....
Di tengah rintik hujan, awal Mei 2011, aku menjumpaimu di tengah-tengah lalu lintas padat jalan raya. Kamu tak melihatku, akupun masih terperangah menatapmu. Antara sadar dan tidak, aku coba mengingat-ingat namamu dalam hatiku.
Celaka tiga belas, namamu tak terekam dalam memoriku! Aku ingat kamu tapi aku lupa namamu, detik itu. Entah mengapa, aku juga tak tahu...sepertinya aku agak syok melihatmu (Duh, Gusti, ampuni hambamu ini...).
Kamu memegang gitar kecil di tanganmu, menyanyi di tengah kepadatan trafficlight. Pakaianmu serba hitam, dandanan ala anak-anak punk, rambut warna-warni dan tegak berdiri, celana – kaus ketat.....satu saja yang kemudian mengingatkan namamu, pancaran mata sedihmu. Maskur! Aku baru bisa sebutkan namamu saat bayangmu menghilang jauh dariku.
Dua pekan kemudian aku menjumpai nenekmu, menanyakan tentangmu. Mencari kepastian, apakah memang mataku tak salah saat melihatmu di trafficlight itu? Ya, akhirnya terungkap sudah....dua tahun kamu menghilang, dan kamu telah ambil pilihan ini, menjadi bagian anak-anak punk jalanan.
Maskur, aku bersedih dengan nasibmu....tapi aku juga menghargai pilihan hidupmu. Aku percaya, kamu pasti bangga dengan apa yang kamu pilih, meski kesedihan tetap menjadi bagiannya.
Selalu berdoa untukmu, meski kehilangan masih terasa hingga saat ini...
May 11, 2011
Komentar
Posting Komentar