Minggu pagi, 20 Mei 2012
Hampir tiga minggu kemarin kami libur, tidak ada kegiatan belajar dan bermain bersama anak-anak. Selain karena ada beberapa kegiatan yang lain, sekolah juga dipakai persiapan kegiatan UAN (Ujian Akhir Nasional) anak-anak kelas 6 SD, sehingga kami tidak bisa memakai halaman sekolah.
Akhirnya, pagi ini kami bisa berjumpa kembali...
Saat baru memasuki perkampungan Mergosono gg 1 tadi, saya berjumpa dengan Ibu Siami, ibunya Putro, Abni dan Nora. Jadilah kami ngobrol-ngobrol sebentar di bawah gang sempit, yang menurun itu.
"Lho, gimana kabar Putro?" tanyaku, pelan.
"Sudah baikkan, dah mulai gemuk, sehabis opname di rumah sakit," jawab Bu Siami dengan senyumnya. Aku malahan jadi kaget mendengarnya.
"Lho, habis opname? kapan?" tanyaku lagi kaget bukan main. Perasaan beberapa minggu ini tak ada SMS dari anak-anak yang kirim kabar tentang hal ini. Mendadak aku jadi sedih dan menyesal.
"Dua minggu kemarin," ucap Bu Siami lagi, sambil memilin-milin uang lima puluh ribuannya di tangan. "Kata dokter, Putro kena gizi buruk..."
"Hah,..gizi buruk?" ucapku lagi, tak sadar setengah berteriak. "Beberapa waktu lalu, kalau anak-anak cerita katanya, Putro cuma sakit gigi saja?" tanyaku heran, masih saja tak percaya.
"Iya, memang pipi Putro tembem gitu...awalnya gak doyan maem, mencret-mencret dan akhirnya harus masuk rumah sakit..." terang Bu Siami lagi, "Nora dan Norma juga barusan sakit, gantian saja anak-anak itu," keluh Bu Siami. Hatiku jadi trenyuh, tak bisa berucap lagi...jalanan di gang sempit ini juga terlihat sepi, atau anak-anak masih belum bangun dari tidur? Tapi hari sudah semakin siang....
Keluarga Bu Siami dan Pak Supar memang keluarga besar, banyak anak...kalau tidak salah mereka memiliki 7 orang anak, 2 orang anak diasuh oleh saudaranya, sedang 2 orang anak kembar dan 3 orang anak lagi diasuh sendiri. Aku jadi sangat maklum dengan keadaan mereka. Mereka tinggal di sebuah rumah petak, di deretan "Kampung Baru" persis di bawah TPA, di bantaran Kali Brantas, Mergosono, Malang. Rumah petak dengan dua kamar, ditinggali 7 orang (4 orang dewasa dan 3 anak-anak), berdesak-desakkan. Tapi, yang sangat tak bisa kuterima adalah Putro sampai menderita gizi buruk....ooohh,....
Setelah ngobrol sana-sini, akhirnya kami menyepakati mengakhiri percakapan, karena tahu Bu Siami akan pergi ke pasar atau ke suatu tempat. Aku juga melanjutkan perjalanan ke halaman sekolahan.
Belum habis cerita tentang Putro berputar-putar dalam benakku, Putri dan anak-anak yang mulai datang, juga berceloteh dengan cerita masing-masing.
"Mbak, Neneknya Sasya meninggal di sawah..." cerita Putri, yang kemudian diimbuhi Moris, Hilda dan anak-anak yang lain. Ternyata saat mencari sayur di sawah, nenek Sasya terjatuh (sepertinya serangan jantung) dan akhirnya meninggal, beberapa hari yang lalu.
"Ayah dan beberapa orang di kampung, Mbak yang nggotong neneknya Sasya, ke rumah," cerita Putri lagi.
Sambil menggunting kuku anak-anak, akhirnya banyak cerita kudengar.
"Mbak, rumahku pindah dekat sungai, sejak Kamis kemarin..." cerita Hilda kemudian.
"Dekat sungai?" tanyaku heran.
"Iya, mbak, yang dulu bekasnya kandang itu lho..." ucap Hilda dengan semangat.
"Kamu tinggal sama siapa saja?" tanyaku lagi.
"Ya, sama ibu, bapak, mbak Ika."
"Gak takut tinggal dekat sungai?"
"Khan ada teman-teman yang sering main ke sana mbak?" ucap Hilda lagi.
"Ya,..." jawabku pelan.
Hari ini kami mewarnai gambar sambil banyak bercerita. Putro juga datang
bergabung sambil membawa mobil remotenya. Badannya terlihat segar,
meski jalannya agak lemah.
Aku bersyukur bisa menjumpai anak-anak ini lagi.
Tuhan, tolong anak-anakmu ini...agar mereka bisa makan dan tercukupi kebutuhan mereka, setiap hari.
Komentar
Posting Komentar