Hari
Minggu, 17 Februari 2013, aku (Nabila) bersama teman-temanku: Sasa, Silvi dan
Wahyu, mendapat tugas mengamati pengolahan kulit, yang berada di dekat rumah
kami. Sebenarnya, letak pengolahan kulit itu, tepat ada di atas rumah-rumah
kami, di daerah TPA Mergosono gg 1A, di lereng-lereng bukit sampah.
Menurut Pak Mayar, yang kami temui di dekat tempat
penjemuran olahan kulit tersebut, pengolahan kulit di rumah yang disebut pabrik
tersebut, sudah berdiri sejak tahun 2008. Kulit-kulit yang diolah di sana, berasal dari kulit
sapi dan kambing, yang biasanya dibeli seharga Rp 4.000,-/kg.
Hmmm….bau di tempat ini sangat menyengat sekali. Agak
busuk, tapi anehnya lalat-lalat tidak mendekat pada kulit-kulit yang sedang
dijemur itu. Aneh, ya,...padahal khan biasanya lalat suka juga pada benda-benda yang berbau busuk? Kami sudah menutupi hidung kami, tapi bau itu tetap saja menusuk.
Kata Pak Mayar, cara untuk mengolah kulit-kulit itu
dengan jalan sebagai berikut:
Kulit direndam dalam
cairan yang mengandung formalin dan kemudian di masak. Setelah cukup masak,
kulit dibersihkan (dikerok),
terkadang kulit juga perlu dibakar dulu, jika kotorannya banyak. Setelah itu
kembali dicuci dengan cairan yang mengandung formalin. Setelah proses ini,
kulit dijemur di tengah-tengah panas matahari hingga kering. Biasanya memakan
waktu sekitar satu minggu.
Setelah
kering, untuk mendapatkan hasil yang bersih dan putih, kulit kembali dicelup
dalam cairan formalin dan dimasak. Limbah sisa pengolahan kulit itu, menurut
Pak Mayar langsung dibuang ke sungai Brantas, di dekat kampung kami itu.
Biasanya orang-orang yang membeli hasil olahan kulit ini
berupa cecek atau krupuk rambak. Dan katanya, hasil olahan ini juga dijual di sekitar kota
Malang.
Wah, setelah mengadakan pengamatan ini, sepertinya
kami jadi pikir-pikir dulu untuk memakan olahan kulit ini ya? Hilda pernah cerita kalau ibunya ikut membeli
cecek di sana, kalau pas lagi pingin saja. Kalau Anggi bilang, sekarang ibunya sudah jarang
membeli cecek karena dia sering sakit
perut. Tambah lagi saat kami ngobrol
dengan Mbak Ayik, dikasih tahu tentang bahayanya makanan yang mengandung zat
formalin….hihhhh…syereeeemmmm…..
Ditulis oleh: Nabila
(Kelas 5 SD), Sasa (Kelas 5 SD), Silvi (Kelas 3 SD) dan Wahyu (Kelas 3 SD) ~
sekolah di SDN Mergosono 4 Malang
Wowww.... Keren tulisannya.. :)
BalasHapusmakasih mbak Ratna Pitasari
BalasHapusProud of them.. :)
BalasHapusMakasi ya mbak Ayik, tidak hanya mengajari mereka, tapi juga memberi banyak pendampingan.
thanks buat semangatnya Cung. doakan selalu ya, biar aku juga tetap telaten mendampingi mereka.
Hapus