Minggu pagi (11/7/2010), sengaja hari ini tak ada jadwal belajar dan bermain dengan anak-anak. Aku berfikir, biarkan anak-anak menikmati liburan bersama keluarganya, teman atau orang-orang di kampung. Benar juga....saat aku sampai di rumah Ika, dia bercerita kalau anak-anak sebagian sedang rekreasi bersama orang-orang kampung.
Jadilah hari ini aku berkunjung saja ke rumah Ika yang sekaligus rumah tinggal Tia dan keluarga neneknya, yang akrab dipanggil Mbah Si.
Saat aku datang, Ika bersiap untuk mencuci pakaian, sedang Tia, Irfan,Hilda dan seorang adik Irfan berada di ruang tamu. Ruang tamu itu sederhana saja, hanya beralaskan selembar tikar lusuh, sebuah rak/almari penyimpanan piring dan barang-barang berharga mereka di ruangan itu. Selebihnya ruangan terlihat kosong. Akupun duduk santai saja di atas tikar. Mbah Si datang menemuiku dan kamipun ngobrol panjang lebar tentang keluarganya. Dia bercerita kalau baru saja pulang dari Madura (Sampang), mengunjungi seorang anaknya di sana. Meski demikian dia lebih krasan tinggal di Mergosono, persis di bawah bukit sampah.
Semilir angin yang mampir di ruangan itu membawa juga bau-bauan khas sampah, tapi yang paling menyengat adalah limbah pembuangan kikil (berasal dari kulit sapi, yang diolah ulang untuk makanan).
Sebenarnya warga sekitar di areal pembuangan sampah itu, telah protes berulang kali pada pengelola "kikil" akibat aroma limbah kikil yang aduhai itu....tapi belum ada tanggapan.
Mbah Si bilang, orang-orang sudah mulai resah karena pengelola "kikil"itu suka membuang limbahnya tepat saat orang-orang sarapan pagi....huaduh, bisa aku bayangkan kalau orang-orang sebel banget! Gimana gak sebal, waktu enak-enak makan pagi, eh, limbah dibuang tepat di samping rumah mereka dengan aroma gak sedap luar biasa yang bikin kita mual dan muntah.
"Kalau mereka tetap gak mau dengar, mungkin kita mau nggrudug mereka!" lontar Mbah Si, meski ini baru rencana menurutnya.
Sreeeeeng......tiba-tiba aroma limbah kikil merebak dekatku. "Ah, sungguh membuat perut mual!" ucapku dalam hati.
Jadilah hari ini aku berkunjung saja ke rumah Ika yang sekaligus rumah tinggal Tia dan keluarga neneknya, yang akrab dipanggil Mbah Si.
Saat aku datang, Ika bersiap untuk mencuci pakaian, sedang Tia, Irfan,Hilda dan seorang adik Irfan berada di ruang tamu. Ruang tamu itu sederhana saja, hanya beralaskan selembar tikar lusuh, sebuah rak/almari penyimpanan piring dan barang-barang berharga mereka di ruangan itu. Selebihnya ruangan terlihat kosong. Akupun duduk santai saja di atas tikar. Mbah Si datang menemuiku dan kamipun ngobrol panjang lebar tentang keluarganya. Dia bercerita kalau baru saja pulang dari Madura (Sampang), mengunjungi seorang anaknya di sana. Meski demikian dia lebih krasan tinggal di Mergosono, persis di bawah bukit sampah.
Semilir angin yang mampir di ruangan itu membawa juga bau-bauan khas sampah, tapi yang paling menyengat adalah limbah pembuangan kikil (berasal dari kulit sapi, yang diolah ulang untuk makanan).
Sebenarnya warga sekitar di areal pembuangan sampah itu, telah protes berulang kali pada pengelola "kikil" akibat aroma limbah kikil yang aduhai itu....tapi belum ada tanggapan.
Mbah Si bilang, orang-orang sudah mulai resah karena pengelola "kikil"itu suka membuang limbahnya tepat saat orang-orang sarapan pagi....huaduh, bisa aku bayangkan kalau orang-orang sebel banget! Gimana gak sebal, waktu enak-enak makan pagi, eh, limbah dibuang tepat di samping rumah mereka dengan aroma gak sedap luar biasa yang bikin kita mual dan muntah.
"Kalau mereka tetap gak mau dengar, mungkin kita mau nggrudug mereka!" lontar Mbah Si, meski ini baru rencana menurutnya.
Sreeeeeng......tiba-tiba aroma limbah kikil merebak dekatku. "Ah, sungguh membuat perut mual!" ucapku dalam hati.
Komentar
Posting Komentar