Entah sudah berapa banyak gunting kuku yang kuhabiskan selama hampir 14 tahun berjalan, saat aku mendampingi anak-anak di bantaran kali Brantas, Mergosono, Malang, Jawa Timur.
Apa pula perlunya sebuah gunting kuku?
Bagiku, sebuah gunting kuku sangat penting dan wajib dibawa, setiap kali aku pergi mengunjungi anak-anak. Bukan hanya sebagai alat untuk memotong kuku mereka, namun juga bercerita sejuta kisah curhat mereka.
Awalnya, aku sendiri juga tidak menduga, jika sebuah gunting kuku bisa dipakai sebagai entry point (pintu masuk) menjangkau hati anak-anak.
Saban Minggu pagi, setelah menyapu lantai, dan anak-anak duduk mengerumuniku di lantai, mulailah aktivitas menggunting kuku berlangsung. Antri, meski terkadang selalu ada yang ingin mendahului.
Saat acara menggunting kuku ini berlangsung, acara curhat dan sharing dari hati ke hati pun mengalir tanpa mereka sadari. Berawal dari pertanyaan umum: "Apa kabarmu hari ini?" atau sapaan hangat, "Sudah mandi belum? Sudah makan? Makan apa hari ini? Siapa yang masak? Ibumu ada di rumah?" dan pertanyaan sederhana lainnya.
Terkadang, tanpa ditanya, saat kuku tangan yang mereka angsurkan telah mulai aku potong, mereka pun secara otomatis bercerita sesuatu: bisa tentang keluarga mereka, bisa tentang kejadian selama sepekan yang lalu atau hal-hal menarik lainnya baik tentang hal sukacita maupun kesedihan yang mereka alami, juga tentang kejadian di sekitar tempat tinggal mereka.
Waktu berceritapun tidak lama, tapi terkadang jika anak-anak yang lain mendengar cerita itu, ada pula yang menanggapi, sehingga jadi guliran percakapan yang menarik dan panjang lebar. Terkadang lewat cerita yang disampaikan, anak-anak juga bisa belajar suatu hal, dari obrolan yang kemudian kusimpulkan.
Ya, kisah sebuah gunting kuku...awalnya menggunting kuku namun kemudian telah menjadi sebuah waktu kerinduan kami bersama. Indah, sedih dan sukacita.
Apa pula perlunya sebuah gunting kuku?
Bagiku, sebuah gunting kuku sangat penting dan wajib dibawa, setiap kali aku pergi mengunjungi anak-anak. Bukan hanya sebagai alat untuk memotong kuku mereka, namun juga bercerita sejuta kisah curhat mereka.
Awalnya, aku sendiri juga tidak menduga, jika sebuah gunting kuku bisa dipakai sebagai entry point (pintu masuk) menjangkau hati anak-anak.
Saban Minggu pagi, setelah menyapu lantai, dan anak-anak duduk mengerumuniku di lantai, mulailah aktivitas menggunting kuku berlangsung. Antri, meski terkadang selalu ada yang ingin mendahului.
Saat acara menggunting kuku ini berlangsung, acara curhat dan sharing dari hati ke hati pun mengalir tanpa mereka sadari. Berawal dari pertanyaan umum: "Apa kabarmu hari ini?" atau sapaan hangat, "Sudah mandi belum? Sudah makan? Makan apa hari ini? Siapa yang masak? Ibumu ada di rumah?" dan pertanyaan sederhana lainnya.
Terkadang, tanpa ditanya, saat kuku tangan yang mereka angsurkan telah mulai aku potong, mereka pun secara otomatis bercerita sesuatu: bisa tentang keluarga mereka, bisa tentang kejadian selama sepekan yang lalu atau hal-hal menarik lainnya baik tentang hal sukacita maupun kesedihan yang mereka alami, juga tentang kejadian di sekitar tempat tinggal mereka.
Waktu berceritapun tidak lama, tapi terkadang jika anak-anak yang lain mendengar cerita itu, ada pula yang menanggapi, sehingga jadi guliran percakapan yang menarik dan panjang lebar. Terkadang lewat cerita yang disampaikan, anak-anak juga bisa belajar suatu hal, dari obrolan yang kemudian kusimpulkan.
Ya, kisah sebuah gunting kuku...awalnya menggunting kuku namun kemudian telah menjadi sebuah waktu kerinduan kami bersama. Indah, sedih dan sukacita.
Komentar
Posting Komentar